Pendakian Gunung Prau dari Dieng: Sunrise Gunung Prau yang Mempesona Setiap Waktunya -Salah satu bucketlist utamaku tahun 2019 ini sudah tercoret.
Mendaki Gunung Prau Dieng memang dari dulu sudah kuimpi-impikan, apalagi karena banyak review soal keindahan sunrise yang ditawarkannya di sana.
Dulu waktu berkunjung ke Dieng Plateau, Wonosobo, aku menanjaki Bukit Sikunir khusus untuk melihat golden sunrise yang terkenal mempesona itu.
Dan memang betul-betul mempesona. Di sana aku terpikir untuk menyaksikannya dari tempat yang lebih tinggi. Dari situlah terpikir untuk menyaksikan sang golden sunrise langsung dari puncak Gunung Prau.
Baca Juga: Gunung Rinjani: Catatan Pendakian Gunung Rinjani via Sembalun
Selain sunrise dan popularitas gunung ini di kalangan pendaki (tak heran kenapa gunung ini selalu ramai), Gunung Prau juga ramah bagi seluruh kalangan pendaki, baik pemula maupun berpengalaman, dan treknya memang tidak terlalu berat serta memiliki waktu tempuh yang singkat.
For hiking is one of those things that you can only do when you have the determination in you. Unknown
Tentang Gunung Prau, Dieng, Wonosobo
Ketinggian Gunung Prau dan Lokasi Geografis
Gunung Prau yang memiliki ketinggian sekitar 2565 (Sunrise Camp, Patak Banteng) – 2590 (Dieng) meter di atas permukaan laut (mdpl) secara geografis terletak di antara tiga kabupaten yakni Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Wonosobo.
Oleh karena letak geografis tersebut makanya Gunung Prau bisa diakses melalui empat jalur utama dari masing-masing daerah.
Jadi, pendaki pastinya punya opsi yang fleksibel, kan?
Jalur Pendakian Gunung Prau
Jalur pendakian Gunung Prau yang paling utama ada empat, antara lain:
- Jalur Dieng, Wonosobo
- Jalur Patak Banteng, Wonosobo
- Jalur Pranten dari Kabupaten Batang
- Jalur Kendal dari Kabupaten Kendal
Jalur Patak Banteng dari Dieng Wonosobo kerap direkomendasikan oleh para pendaki, tetapi aku dan tim pendakiku sendiri kala itu mendakinya dari Jalur Dieng yang melewati pemakaman menuju basecamp.
Jadwal Penutupan Pendakian dan Pembukaannya Kembali
Perlu diketahui bahwa, sama seperti kebanyakan gunung, Gunung Prau juga memiliki jadwal penutupan pendakian setiap tahunnya.
Biasanya, pendakian Gunung Prau ditutup sekitar bulan Januari – Februari setiap tahunnya dan akan dibuka kembali sekitar bulan Maret – Mei setiap tahunnya.
Perlu diketahui bahwa penutupan gunung dari aktivitas pendakian rutin dilakukan demi merawat kembali maupun melestarikan ekosistem alam yang ada di dalamnya.
Pendakian Gunung Prau dari Jalur Pendakian Dieng, Wonosobo
Pada tanggal 2 Juni 2019, H-2 Hari Raya Idul Fitri 2019, aku dan 3 rekan pendakiku memutuskan untuk berangkat ke Dieng, Wonosobo dari Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
[bacajuga limit=”2″]
Tim pendakiku sendiri waktu itu berisikan Walter Pinem, Bryan Fau, Vania Irwanti, Yan Mitra, dan Ica Dachi.
Kenapa kami memutuskan untuk memilih tanggal tersebut? Karena biasanya menjelang hari perayaan Idul Fitri, tempat wisata, terutama Gunung Prau yang terkenal sangat, sangat ramai, menjadi lebih sepi.
Dan terpaksa kami menumpang bus karena memang tiket kereta sudah tidak ada, diborong habis oleh pemudik.
Pertimbangan lainnya adalah karena rute menggunakan kereta api hanya sampai Purwokerto saja dan harus menumpang bus lagi untuk menuju Terminal Mendolo di Wonosobo.
Dengan segala persiapan mantap, kami pun memutuskan untuk bertemu di Stasiun Lebak Bulus (naik MRT Jakarta, dong :D) dan menumpang bus menuju Terminal Mendolo, berangkat sekitar setengah 10 malam. Sekitar pukul 7 WIB kami pun tiba di Terminal Mendolo.
Di situ kami menghabiskan waktu beberapa jam untuk bersiap-siap sebelum perjalanan panjang berikutnya menuju Dataran Tinggi Dieng.
Nah, setelah sampai di Dieng, kami pun membeli perlengkapan terakhir sebelum mulai menanjak menuju basecamp Prau lewat Jalur Dieng.
Memakan waktu sekitar 20-30 menit untuk tiba di basecamp Prau. Di perjalanan menuju basecamp, kami kala itu melewati perumahan warga sekitar, perkebunan warga, pemakanan, dan tidak jauh dari pemakaman kami pun tiba di basecamp.
Di situ kami melakukan persiapan terakhir, seperti packing ulang, mengganti pakaian, nyebat dan ngopi, dan persiapan-persiapan lain.
Selama kami bersiap-siap, salah satu ranger atau pengurus basecamp Prau melakukan pemeriksaan dan pendataan komprehensif terhadap barang-barang yang kami bawa.
Catatan Penting
Ada banyak sekali barang yang tidak boleh dibawa saat pendakian, seperti tisu basah. Alasan utamanya tentu demi kelestarian Gunung Prau itu sendiri.
Tisu basah mengandung serat semacam plastik yang bila dibuang begitu saja di tanah akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terurai sepenuhnya, sama seperti plastik itu sendiri.
Oleh karena itu, berbagai barang yang berpotensi untuk menjadi sampah yang diabaikan begitu saja dilarang dan diawasi penggunaannya dengan sangat ketat.
Hal ini wajar karena Prau tidak pernah benar-benar sepi dari pendaki. Setiap musim pendakian, Prau selalu saja ramai. Makanya, demi menjaga kelestariannya, aturan yang ketat harus diberlakukan guna meminimalisir kerusakan ekosistemnya.
Selain itu, ketika sudah berada di atas, kita juga diingatkan dengan tegas untuk tidak memetik/merusak apapun yang ada di sana, terutama berbagai tumbuhan.
Saat melakukan pemeriksaan terhadap tim pendakiku, ada salah satu pendaki yang baru saja turun kedapatan membawa turun bunga yang dipetiknya dari atas gunung.
Salah satu ranger/pengurus basecamp Prau pun menyuruhnya untuk meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi di hadapan tim pendakiku dan belasan pendaki lain yang sedang beristirahat/bersiap-siap di basecamp.
Baca Juga: Kawah Ijen: Indahnya Pesona Blue Fire Kawah Ijen, Banyuwangi
Hal tersebut dilakukan untuk menjadi contoh bagi kami untuk tidak meniru perbuatan melanggar yang serupa dari pendaki tersebut.
Memang sudah sepantasnya kita tidak merusak alam, kan? Kalau pun ada pendaki yang sembarangan merusak/memetik puspa yang ada di gunung, kita jangan diam apalagi menyontoh perbuatannya, harus ditegur dan diingatkan. #ceilah
Oke, langkah terakhir yang kami lakukan sebelum memulai pendakian adalah registrasi, yang saat itu dilakukan berbarengan dengan pemeriksaan perlengkapan.
Pendakian Gunung Prau pun Dimulai
Bosan Selesai bersiap-siap, kami pun memulai pendakian. Jalur yang kami lewati saat itu masih berisi perkebunan warga sebelum memasuki zona hutan lindung.
Tak memakan waktu lama, kami pun tiba di Pos 1. Sejauh itu, kami memang dilayani oleh jalur yang cukup landai, jadi tidak terlalu menguras energi dan bisa cepat sampai.
Di Pos 1, kami menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak sambil ngemil, kecuali Vania Irwanti yang kala itu masih sangat semangat dan sanggup menjalankan ibadah puasa di hari-hari terakhir. #LuarBiasa #SalutTeteh #PanutanQ
Setelah kurang dari setengah jam berhenti sejenak, kami pun melanjutkan pendakian menuju Pos 2. Tidak berselang lama, kami pun tiba di Pos 2.
Jalur pendakiannya sudah mulai menanjak, meskipun masih banyak juga bonus jalur landai yang kami lewati di sepanjangnya.
Menuju Pos 3, kami juga harus melewati sebuah trek yang dinamakan Akar Cinta, sebuah trek yang memang penuh dengan akar pepohonan yang menyembul ke permukaan tanah.
Bagian ini merupakan tantangan tersendiri pendakian Gunung Prau yang kala itu kami jalani.
Selain curam, jalurnya yang penuh akar juga tentu cukup menyulitkan. Belum lagi beban keril yang benar-benar menguras tenaga.
Selama pendakian menuju Pos 3 inilah kami berhenti cukup sering dan lama. Yang bikin lama sebenarnya adalah karna nyebat, duabat, nyenack dan ngobrol ketawa-ketiwi. Yang bikin sering tentu saja karena kelelahan.
Padahal Gunung Prau ini gunung yang memang santai dan sangat cocok untuk pemula serta banyak yang bilang cukup mudah untuk ditaklukkan, tapi beban keril dan faktor usia membuatnya jadi susah dan melelahkan.
Setelah berjuang, kami pun berhasil melewati Akar Cinta dan tak lama berselang tiba di Pos 3.
Kami menyempatkan diri untuk duduk sekedar meluruskan kaki sejenak dan buru-buru bergegas melanjutkan pendakian karena hari sudah mulai gelap.
Oh ya, dalam perjalanan menuju Puncak Gunung Prau, kami berpapasan dengan sepasang suami istri di mana sang istri menuruni gunung sambil menggendong balita.
Agak ngeri sebenarnya membawa balita mendaki, apalagi suhu Dieng dan khususnya Gunung Prau cukup ekstrim.
Tapi salut sama mereka! Dengan pintarnya balita tersebut menyapa sekaligus pamit sembari memperkenalkan diri sebagai Jasmine.
Di sepanjang perjalanan menuju puncak, langit pun mulai meredup. Kami berhenti sebentar untuk sekedar mengambil foto pemandangan alam dan pemukiman Dieng dari atas.
Tak lama melanjutkan pendakian dari situ, akhirnya kami tiba di Puncak Gunung Prau yang berketinggian 2590 mdpl. Tentu saja kami tak membuang kesempatan untuk berfoto.
Dari situ, kami kemudian berjalan menuruni puncak ke camp ground tempat kami akan bermalam. Kami harus berjalan menuruni puncak dan mendaki gundukan bukit di seberang puncak tadi.
Di atasnyalah kami mendirikan tenda untuk bermalam, dan kami bisa tiba sebelum hari benar-benar gelap.
Bermalam di Tenda, Gunung Prau Dieng, Wonosobo
Yang paling membahagiakan saat bermalam di gunung adalah bisa makan layak dan enak. Makan layak sudah sangat cukup sebenarnya, apalagi enak.
Bila selama aku mendaki gunung biasanya aku hanya makan mie instan (yang kadang tercampur debu musim kemarau) dan makanan instan tinggal goreng lainnya, dalam pendakian Gunung Prau ini tim pendakiku bisa makan enak dan puas.
Vania Irwanti yang memang sudah berpengalaman mendaki bertindak sebagai koki pada pendakian itu.
Ia memasakkan kami menu makanan yang variatif, mulai dari ayam goreng, sayuran, tempe, nasi tentunya dan masih banyak lagi.
Perut kenyang, tidur pun tenang!
Panjang kami mengobrol malam itu, sekitar jam 10 malam, kami pun memutuskan menyudahi kegiatan pendakian hari itu dan beristirahat karena keesokan subuhnya kami hendak memburu pemandangan sunrise Gunung Prau.
Berburu Sunrise Gunung Prau
Selain menapakkan kaki di puncak gunung, salah satu tujuan utama pendakian kami kala itu tentu saja menikmati pesona sunrise Gunung Prau secara langsung.
Sekitar jam 2 subuh, Vania sudah mulai menyiapkan makanan untuk sahurnya dan untuk sarapan kami semua sebelum berburu sunrise Gunung Prau.
Sekitar jam 04.30 WIB kami semua menyempatkan diri sarapan mengisi tenaga dan setelahnya kami kemudian bersiap-siap untuk berburu sunrise.
Spot untuk menikmati sunrise Gunung Prau yang kami tentukan berada di sekitar Puncak Patak Banteng Gunung Prau, puncak yang paling dekat dituju bila melewati Jalur Pendakian Patak Banteng.
Tak sampai setengah jam melewati beberapa bukit, termasuk Sunrise Camp Gunung Prau di ketinggian 2565 mdpl, kami pun tiba di spot yang kami tuju, yakni di sekitar Patak Banteng.
Tidak butuh waktu lama menunggu, matahari mulai menyembul di antara awan dan menampakkan diri untuk dinikmati. Pemandangan itulah yang dari dulu sangat kutunggu-tunggu, akhirnya terwujud juga saat itu.
Kami benar-benar menikmati pesona sunrise Gunung Prau saat itu. Benar-benar menawarkan golden sunrise seperti yang sebelum-sebelumnya ramai aku baca di media online.
Dari sisi kanan tempat kami memandang, samar bentuk Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro mulai tampak berkat percikan sinar mentari.
Beberapa jam pun mungkin takkan cukup untuk menikmati pemandangan sekitar saat itu. Hanya karena hari sudah mulai panas, barulah kami kembali ke tenda.
Mengakhiri Pendakian Gunung Prau
Sesampainya di tenda, kami sudah disambut dengan sarapan buatan Vania. Cukuplah buat bekal pulang ke Jakarta.
Setelah hidangan sarapan disantap dengan lahap, kami pun langsung bergegas untuk packing, membongkar tenda dan mengumpulkan sampah.
Perjalanan pulang mengakhiri pendakian Gunung Prau ini kami mulai sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu kabut mulai mengadang pandangan.
Sering kali kami berpapasan dengan berbagai rombongan pendaki yang baru saja tiba. Mungkin saat itu mereka ngin merayakan Hari Raya Idul Fitri di atas gunung ini.
Perjalanan pulang menuruni gunung tentu saja jauh lebih cepat dari segi waktu dan untungnya dari segi tenaga pun jauh lebih tidak melelahkan.
Hanya sekitar 1 jam perjalanan kami sudah tiba di Pos 1 menuju basecamp pendakian Dieng.
Tak ingin terlalu terburu-buru, kami kemudian memutuskan untuk menikmati momen-momen terakhir pendakian kami di Pos 1 sambil ngemil, ngerokok, dan sejenisnya.
Sekitar 15 menit berlalu, kami pun melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di basecamp pendakian Dieng.
Sesampainya di sana kami langsung melapor ke panitia, membuang sampah yang di sepanjang jalan kami pikul, dan tentu saja beristirahat dengan ekspresi puas.
Di basecamp ini memang disediakan beberapa kamar mandi dan toilet. Kamar mandinya sendiri terhitung bersih dan nyaman digunakan, apalagi dengan air kran yang kencang tanpa hitung-hitungan 😀
Untuk urusan mandi, sebenarnyanya mandi di basecamp ini bikin ragu. Ragu karena airnya terlalu dingin, tahu sendirilah suhu di Dieng memang berada di belasan derajat celsius.
Tapi karna penasaran dan memang karena sudah teramat gerah, kutantang air dinginnya. Memang, rasa dingin itu tembus langsung ke tulang, menggigil, bikin sampo hampir ketukar sama sabun, dan sabun cuci muka hampir ketukar sama pasta gigi. Ngga fokus!
Tapi, semuanya itu cuma di awal. Setelah tubuh terbiasa dengan suhu airnya, barulah mandi semakin nyaman, tapi ogah juga berlama-lama.
Di akhir, badan jadi teramat segar, perjalanan panjang pulang pun terasa makin nyaman, happy ending!
Begitulah kisahku dan rekan pendaki saat mendaki Gunung Prau, Dieng, Jawa Tengah.
[Video] Sekilas Catatan Pendakian Gunung Prau via Jalur Dieng
ARTIKEL LAINNYA:
- Berpetualang 2 Hari 1 Malam di Lampung Selatan
- Pulau Sebuku Lampung Selatan: Menjelajahi Pulau Sebuku Besar dan Kecil
- Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur
- Nyobain MRT Jakarta, Berikut Rute Lengkap dan Tarif MRT Jakarta
- Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun
- Menanjaki Gunung Ciremai, Jawa Barat
- Pendakian ke Gunung Cikuray, Jawa Barat
- Pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah
- Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur
- Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah
- Pendakian ke Gunung Slamet, Jawa Tengah
- Pantai Ladeha di Nias Selatan, Sumatera Utara
- Wisata Singkat ke Stone Garden, Padalarang, Bandung
- A Short Visit to Bira Island, Thousand Islands
- A Day Trip Without Digital Tech
- Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Berastagi, Tanah Karo
- [Infographic] 10 Top Travel Hacks
- Kunjungan ke Floating Market Lembang
- Gereja Katedral Jakarta: Gereja Katolik Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga
- Wisata ke Tebing Keraton Bandung
- Menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah
- Catatan Perjalananku Menjelajahi Nusa Penida, Bali
- Gunung Batu Lembang, Jawa Barat
- Bira Island, Pulau Seribu
- Floating Market, Bandung
- Rafflesia Arnoldii, Festival Bumi Rafflesia, Bengkulu
- Lesehan Pancur, Curup, Bengkulu: Jamuan Siang Kala Menjelajah Bengkulu
- Gunung Papandayan: Sebuah Pendakian yang Cocok Menjadi Weekend Getaway
- Menjelajahi Mangrove Forest Nusa Lembongan, Bali
- Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu
- Fort Marlborough: Saksi Sejarah Kekuasaan Inggris di Bumi Rafflesia Bengkulu
- Pendakian Gunung Sindoro 3.153 Mdpl via Jalur Kledung, Jawa Tengah
- Barleu Coffee Bandung, Minimalis di Remangnya Bandung Malam
- Theme Park Hotel Resort World Genting Highlands, Kuala Lumpur
- Bunga Bangkai: Konservasi Amorphophallus Titanum di Bengkulu
- Hamparan Bunga, Pesawat, dan Indahnya Alam di Danau Mas Harun Bastari, Bengkulu
- Pendakian Gunung Cikuray, Garut – Jawa Barat
- Menelusuri Sejarah Rokok Sampoerna di House of Sampoerna, Surabaya
- Menikmati Sedapnya Hidangan Bubbles and Bites, Genting Highlands
- Menelusuri Sejarah & Perkembangan Genting Highlands di The Visitors’ Galleria
- First World Hotel Genting Highlands, Hotel Terbesar di Dunia Ada di Malaysia
- Motorino Pizza Malaysia, Sajian Lengkap ala Italia di Genting Highlands
- Awana SkyWay, Gondola Berlantai Kaca di Genting Highlands
- Singgah di Pulau Sebesi, Lampung Selatan
- Pengalaman Transit di My Studio Hotel City Center Surabaya
- Download Ebook: Tips Mendaki Gunung
- Menanjaki Gunung Ciremai 3.078 Mdpl, Garut, Jawa Barat
- The Food Factory: Sarapan Dengan Segudang Pilihan Makanan Tersaji dalam Buffet-Style
- Gratis Coba GrabWheels di The Breeze BSD, tapi Naiknya Penuh Perjuangan!
- 5 Destinasi Alam Indonesia yang Wajib Dikunjungi Tahun Ini
- Berkunjung dan Mengeksplor Museum Negeri Bengkulu
- [Review PegiPegi] Dengan PegiPegi, Bepergian Tak Pernah Semudah Ini!
- Ambrogio Patisserie, Tempat Nongkrong Asik di Bandung
- Indahnya Pulau Umang-Umang di Lampung Selatan
- Panduan Lengkap Berkunjung ke Kawah Ijen
- Serunya Snorkeling di Lagoon Cabe, Gunung Krakatau
- Mendaki dan Melihat Langsung Sisa-Sisa Letusan Gunung Krakatau
- Menikmati Sunrise Gunung Bromo, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
- Big Bird Airport Shuttle, Satu Lagi Alternatif Transportasi Dari dan Ke Bandara
-
Habis Kenyang Kulineran, Beli Oleh-oleh Dulu di Pasar Khatulistiwa Dusun Bambu
Wihh lengkap banget, Kak, tulisannya! Btw foto-fotonya cakep bangeetttt 😀
Makasih banyak kak.
Kakak juga kapan nih main ke Gunung Prau hehe
Kak boleh minta estimasi biaya dari awal berangkat sampai bc patak banteng?