Pendakian ke Gunung Slamet: Puncak Tertinggi Jawa Tengah – Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah, terkenal sebagai gunung yang memiliki jalur pendakian berat dan panjang melintang.

Gunung ini memang masih aktif hingga kini. Dikelilingi 5 Kabupaten di sekitar Jawa Tengah; Brebes, Banyumas, Purbalingga, Tegal, dan Pemalang, juga dikitari oleh pertanian warga nan subur.

Dari sekian banyak gunung di Indonesia, Gunung Slamet merupakan satu di antara banyak gunung yang paling menantang.

Tingkat kerumitan treknya juga tinggi juga terjal dan panjang. Ada banyak pilihan jalur yang bisa digunakan, namun Jalur Bambangan lebih direkomendasikan daripada jalur lainnya.

The mountains are calling and I must go.

Sebuah Catatan Pendakian ke Gunung Slamet

Gunung Slamet sendiri memiliki ketinggian sekitar 3.428 meter di atas permukaan laut (3.428 mdpl), masih aktif, berjenis stratovolcano, dan populer bagi kalangan pendaki.

Jujur saja, menaklukkan puncak tertinggi di Jawa Tengah dan puncak tertinggi kedua di Pulau Jawa ini memang sebelumnya bukanlah bagian dari rencana awal pendakian kami.

Tujuan utama pendakian kami merupakan Gunung Sindoro. Sayangnya, ketika kami semua sudah siap melakukan pendakian berikutnya, kebetulan sekali Gunung Sindoro sedang ditutup karena terjadi kebakaran akibat musim kemarau.

Baca Juga: Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah

Gunung Slamet, yang kebetulan cukup berdekatan dengan Gunung Sindoro, menjadi alternatif pendakian kami. Semua perlengkapan siap, pendakian pun dimulai.

Dari Bandung, kami memutuskan untuk menaiki bus saja. Tiba di Terminal Cicaheum, kami menaiki salah satu bus menuju Purwokerto.

Sekitar 9 jam dalam perjalanan, kami tiba di Purwokerto dan menumpang sebuah bus elf menuju Purbalingga, tepat di simpang menuju basecamp pendakian melalui Jalur Bambangan, Purbalingga.

basecamp gunung slamet Purbalingga
Basecamp Pendakian Gunung Slamet, Purbalingga
rute pendakian Gunung Slamet
Peta Rute Pendakian Gunung Slamet

Kebetulan sekali kami tiba subuh di simpang basecamp Purbalingga dan nyaris tidak ada angkutan lagi.

Dan kebetulan juga kami yang sebelumnya memang satu bus keberangkatan dari Bandung dengan satu rombongan Bandung juga yang beranggotakan 8 orang pendaki, memutuskan untuk bersama-sama menyewa satu angkutan khusus menuju basecamp Jalur Bambangan.

Sekitar pukul 4 subuh kami tiba di basecamp Jalur Bambangan, niat awal adalah untuk melanjutkan tidur yang selalu terganggu ketika menumpang bus.

Baca Juga: Pendakian ke Gunung Semeru

Namun basecamp tersebut penuh oleh mereka yang ingin mendaki dan baru saja selesai mendaki. Alhasil, melanjutkan tidur bukanlah opsi istirahat kami kala itu untuk memulai pendakian. Rokok, kopi, dan obrolan menjadi teman kami sebelum mendaki.

Sekitar pukul 5-6 pagi, satu per satu rombongan pendaki mulai bersiap-siap dan bahkan mulai mendaki menembus pekatnya kabut dan ekstremnya suhu dingin pagi hari di kaki Gunung Slamet.

Rombongan kami yang berisi 4 orang: aku sendiri, Montes, Boa, dan Bryan, memutuskan untuk memulai pendakian pada pukul 7 pagi.

Sambil menunggu jadwal yang sudah diputuskan kami tentu saja mempersiapkan diri serta memeriksa perlengkapan sekali lagi.

Setelah semua perlengkapan dan kostum pendakian kami selesai dipersiapkan, sarapan dan ngopi menjadi pilihan aktivitas berikutnya.

Kebetulan sekali terdapat warung tepat di depan basecamp yang menyediakan makanan berat lengkap dengan lauk yang super nikmat.

Baca Juga: Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun

Kami sarapan secukupnya dan juga memutuskan untuk membungkus makanan lagi agar makan siang nantinya tidak perlu repot membongkar keril untuk mengeluarkan perlengkapan logistik dan memasak dan memasaknya.

Tepat jam 7 pagi di awal bulan Oktober 2015 kami memulai pendakian di Gunung Slamet. Menurut peta rute yang kami dapatkan, dari basecamp Jalur Bambangan menuju Pos I akan memakan waktu 2-3 jam.

Ini jelas menakut-nakuti karena sudah terbayang bagaimana susahnya dan jauhnya jalur pendakian yang harus kami tempuh menuju puncak Gunung Slamet.

Gerbang Pendakian Gunung Slamet
Gerbang Pendakian Gunung Slamet

Melalui Gerbang Pendakian Gunung Slamet, Jalur Bambangan Purbalingga, kami melewati lahan pertanian warga yang sudah kami duga pasti subur.

Meski saat itu kemarau, tampaknya sayur-sayuran produk tani warga tidak terganggu sama sekali. Sekitar satu jam pendakian aku sendiri sudah sangat kelelahan.

Baca Juga: Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur

Tanpa pemanasan dan tidak fit, aku sudah menyerah kala itu. Namun rombongan yang baru berangkat mendaki sudah mulai menyusulku di belakang, menambah semangatku untuk kembali melanjutkan pendakian.

Aku lebih banyak berhenti beristirahat ketimbang melanjutkan pendakian. Hampir 2 jam mulai mendaki, aku sudah menyerah total dan memutuskan untuk kembali ke basecamp pendakian.

Alasan utamaku ketika itu adalah karena keril yang kubawa terlalu berat (kemudian baru kusadari ternyata ada beras 4 kilo dan 4 botol air mineral 1,5 liter serta berbagai barang-barang berat lainnya di dalam). Dan juga, nafasku sudah tidak kuat lagi.

Baca Juga: Wisata ke Gunung Batu Lembang

Oke, hal itu sangat memalukan bagiku. Aku meminta pada 3 orang teman pendakiku agar membiarkanku kembali ke basecamp. Tentu saja mereka tidak mau.

Akhirnya aku dan Montes tukar keril, kami setuju, dan kami pun melanjutkan pendakian. Ternyata dari tempat kami tukar keril, 5 menit perjalanan kemudian kami sudah tiba di Pos 1.

Di Pos 1 aku berusaha beristirahat dan meminum sesuatu yang banyak kadar gulanya, berharap kekuatanku bisa pulih.

Sekitar 15 menit menghabiskan waktu beristirahat di Pos 1, dengan tetap membawa keril yang sebelumnya dibawa Montes, kami melanjutkan perjalanan.

Gunung Slamet 1

pendakian gunung slamet 1

pendakian gunung slamet 2

pendakian gunung slamet 3

Belum setengah perjalanan menuju Pos 2, Montes memintaku untuk kembali tukar keril, sementara Bryan dan Boa sudah berada jauh di depan kami.

Aku setuju karena aku sendiri melihat Montes persis sama sepertiku sebelumnya ketika aku sudah menyerah mengangkat keril itu. Aku kembali membawa keril berat yang menghabiskan seluruh tenagaku sebelumnya, menuju Pos 2.

Belum genap 1 jam kami melanjutkan pendakian dari Pos 1 ke Pos 2, aku sudah tiba dengan selamat di Pos 2.

Baca: Pantai Ladeha, Surga Tersembunyi di Pesisir Selatan Pulau Nias

Di Pos 2 sudah ada dua orang pedagang buah-buahan, cemilan dan minuman, sedang menjajakan dagangannya.

Kami sudah tahu itu hal yang sangat biasa bagi mereka, mendaki Gunung Slamet hingga ke Pos 2 untuk berdagang, membayangkan betapa beratnya mereka mendaki sambil memikul barang dagangannya membuatku iri, karena mereka seperti tidak kesusahan sama sekali, sementara aku sudah kelelahan nyaris tewas.

pos 1 gunung Slamet
Pos 1 Gunung Slamet

Sekitar 10 menit setelah aku tiba dan 20 menit setelah Bryan dan Boa tiba, Montes pun tiba. Kami menghabiskan waktu 10 menit lagi sambil menunggu Montes beristirahat.

Baca Juga: Pendakian Gunung Sumbing 3371 Mdpl: Sepenggal Cerita di Hari Pertama Puasa

Melihat banyaknya rekan-rekan sesama pendaki Gunung Slamet kala itu, sudah terpikir bahwa mencari tempat untuk mendirikan tenda pasti akan susah karena harus berebut dengan pendaki lain.

Oleh karena itu kami menjadi sedikit terburu-buru. Montes kembali memintaku untuk tukar keril, jadi keril beratku aku serahkan ke dia karena ia yakin sudah sanggup membawanya.

Kali ini menuju Pos 3 aku membawa keril Montes yang bagiku jauh lebih ringan ketimbang kerilku.

Pos 2 Gunung Slamet
Pos 2 Gunung Slamet

Menurut peta rute pendakian, waktu yang akan dibutuhkan agar tiba di Pos 3 adalah sekitar 2 jam.

Kami berempat melanjutkan pendakian dengan sedikit terburu-buru agar masih mendapat tempat untuk mendirikan tenda di Pos 5 (kami lebih memilih mendirikan tenda di Pos 5 ketimbang di Pos 7, dan Pos 7 sering dianggap sebagai tempat mendirikan tenda yang paling ideal bagi kebanyakan pendaki Gunung Slamet dengan asumsi lebih dekat ke puncak dan lebih terlindung serta nyaman).

Pos 3 Gunung Slamet
Pos 3 Gunung Slamet

Tiba di Pos 3 sedikit di luar dugaan karena lebih cepat ketimbang waktu tempuh antar-pos sebelumnya. Di Pos 3 karena aku, Boa dan Bryan tiba berbarengan, kami langsung beristirahat sejenak sebelum makan siang.

Setelah makan siang, aku meminta Boa dan Bryan untuk segera melanjutkan perjalanan menuju Pos 5 agar di sana mereka bisa cepat mendirikan tenda.

Baca Juga: Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu

Karena prediksi awal memang akan terjadi perebutan tempat untuk mendirikan tenda, langkah itu adalah pilihan terbaik kami.

Boa dan Bryan, setelah beberapa puluh menit beristirahat, kembali melanjutkan perjalanan sementara aku menunggu Montes di Pos 3 sambil menyiapkan makan siangnya. Satu jam kemudian Montes pun tiba. Sekitar 20 menit lagi kami segera melanjutkan perjalanan.

Di perjalanan antara Pos 3 hingga Pos 5, jarak antar-pendaki mulai rapat di mana kami harus antri untuk mendapat kesempatan menanjak. Jalurnya memang jauh lebih susah kali ini.

Kemiringan sudah semakin terasa, ditambah debu musim kemarau yang sangat mengganggu. Ketika itu embun sudah mulai menutup dan kerumitan pendakian sudah sangat terasa.

Baca Juga; Rafflesia Arnoldii: Puspa Langka dan Sebuah Kejutan

Menuju Pos 4 samar kami mendengar suara babi hutan di kejauhan, bahkan sesekali mereka berlari lebih dekat. Untungnya kami sudah berada di ketinggian, jadi akan sulit bagi babi hutan tersebut menjangkau para pendaki.

Oh ya, kami juga berpapasan dengan dua orang warga lokal yang kami duga merupakan pemburu.

Di Pos 4 Samarhantu, pos yang paling angker, kami hanya berhenti sebentar dikarenakan hari sudah mulai gelap.

Di Pos 4 ini sangat tidak dianjurkan untuk mendirikan tenda, namun ketika itu karena nyaris sudah tidak ada tempat untuk mendirikan tenda, banyak juga yang mendirikan tenda di sana.

Sekitar 1 jam lagi dengan tenaga yang sudah terkuras, akhirnya kami tiba di Pos 5 dan tenda sudah berhasil didirikan. Suasana ketika itu? Dikelilingi keramaian bagaikan pasar!

Baca Juga: Pendakian Gunung Cikuray, Garut – Jawa Barat

Kami menganggap bahwa kami beruntung ketika itu karena masih memiliki tempat untuk mendirikan tenda, tempat yang cukup nyaman karena tanahnya rata dan sedikit tertutup, jadi kencangnya angin tidak terlalu mengganggu kami untuk bermalam.

Lekas kami mempersiapkan santapan terakhir hari itu agar bisa cepat beristirahat. Malam punins tiba. Menurut jadwal yang kami tetapkan, kami akan melanjutkan pendakian ke puncak jam 1 malam.

Jadwal itu pun tepat. Jam 1 subuh, bersama rombongan pendaki lain, kami melanjutkan pendakian menuju puncak.


Pendakian ke Gunung Slamet: . . . Kelelahan dan Dinginnya Malam 

Kali ini rintangan menjadi lebih parah lagi. Bermodalkan senter kami menembus gelapnya malam. Melewati berbagai tenda pendaki lain, jalanan terjal dan ranting-ranting yang menutup jalan, dan kami tentu saja tidak ingin melewati momen sunrise.

Di perjalanan kami menemukan 4 orang tertidur tanpa alas, tanpa sleeping bag, hanya berbalut sarung dan jaket, tidur tepat di pinggir jalur pendakian. Sudah pasti mereka tidak mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda.

Baca Juga:Pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah

Kami beruntung mendapatkan tenda. Pos 6 pun ternyata sudah sangat penuh, bahkan tenda yang didirikan sedikit menutup jalur pendakian.

Beberapa jam kemudian kami tiba di Pos 7 dan selanjutnya kami beristirahat sekitar 15 menit di Pos 8. Di Pos 8 kondisinya sudah mulai terbuka, jadi tidak direkomendasikan untuk mendirikan tenda, namun tetap saja ada yang mendirikan tenda di sana, ada beberapa.

Mungkin karena tidak mendapatkan tempat yang nyaman? Tapi yang pasti ketika itu mereka yang mendirikan tenda di Pos 8 sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Slamet, jadi kami memiliki teman di gelapnya malam.

Setelah beristirahat sejenak kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Puncak Slamet, Puncak Tertinggi di Jawa Tengah. Tempat yang mulai terbuka membuat angin leluasa menampar kami.

Kencangnya angin membuat pendakian jauh lebih rumit sehingga kami dipacu untuk terus bergerak agar tidak kedinginan.

Di sebelah kanan jalur pendakian terlihat juga bekas hutan yang sebelumnya terbakar, yang membuat angin jauh lebih leluasa memperberat pendakian kami semua.

Di kiri dan kanan kami terlihat tenda-tenda berdiri, cukup banyak. Menuju Pos 9, tiba-tiba Montes mengeluh kelelahan. Ketika itu kami pikir ia hanya kelelahan biasa karena sangat wajar itu terjadi.

Namun ketika kami hampir mencapai Pos 9, Montes sudah tak kuat, ia terkapar di pinggir jalur. Ini sedikit membuat kami panik. Hal pertama yang kami tanyakan kepadanya tentu kenapa.

“Jantungku!” teriaknya memecah kesunyian. “Jantungku sakit kali! Udah ngga kuat lagi!” teriaknya lagi.

Aku langsung merebahkannya di satu spot yang tanahnya datar, menyuruhnya meluruskan badan dan kaki, serta langsung mengeluarkan selimut aluminium yang sebelumnya sudah kupersiapkan untuk hal-hal semacam ini.

Paling tidak ia tidak kedinginan lagi. Pendaki lain yang melewati kami juga panik. Kami meyakinkan mereka untuk tetap melanjutkan pendakian, karena kami yakin kami bisa menanganinya.

Montes mengeluh lagi tak berhenti, “Aduh jantungku, Ter! Udah ngga kuat lagi aku. Ter, peluk, Ter!”

Ia memintaku untuk memeluknya karena ia merasa sudah tidak kuat dengan kelelahannya dan rasa dingin yang menusuk badannya. Ini membuatku rada jijik. Yakali aku peluk dia.

Di sini aku mulai merasa kalau apa yang ia alami ketika itu hanyalah terlalu panik, dia tidak akan kenapa-kenapa. Tentu saja aku menolak untuk memeluknya.

Baca Juga: Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Brastagi – Tanah Karo

Kami hanya menyuruhnya beristirahat, namun karena ia terlalu panik dengan kondisinya, ia justru membuat kami panik. Karena sudah cukup lama berhenti, Montes pun sudah sangat kedinginan.

Sebetulnya kami juga kedinginan karena kami juga berhenti. Oh ya, tempat kami berhenti ketika itu masih di tempat yang sangat terbuka, seperti lapangan, sehingga angin kencang tak terhambat tiupannya ke arah kami.

Jadi hipotermia bisa menyerang siapa saja kala itu, terutama Montes yang kondisi fisiknya sudah sangat drop kala itu.

“Bo, tampar aku, Bo!” katanya memelas, karena ia tahu bahwa orang hipotermia harus tetap sadar agar tetap bertahan. Padahal ketika ia minta ditampar tentu ia masih sepenuhnya sadar, jadi ia tidak terkena hipotermia.

Tentu saja Boa tidak tega menamparnya. Namun meski belum ada tanda-tanda hipotermia sedang menyerangnya, kami tetap saja berusaha mengantisipasinya.

Karena Boa menolak untuk menamparnya, ia berteriak keras untuk membantu dirinya sendiri agar tetap sadar. Hal tersebut membuat malam seketika ramai, pendaki lain yang lewat tiba-tiba menjadi sangat panik dan bersimpati, dan kami bertiga berusaha menahan tawa.

Itu hal yang lucu dan sangat menghibur kami ketika itu.

Tidak mungkin kami tertawa di depan Montes dan pendaki lain yang ketika itu mengerubungi kami, ‘kan?

Karena ia sudah sangat kedinginan, aku langsung berlari kembali turun untuk mencari minyak angin atau obat-obatan lain yang mampu meredam suhu dingin.

Salah seorang pendaki memberikan balsem, yang baru aku tahu ternyata justru menambah rasa dingin di tubuh, dan aku berlari naik lagi kembali ke tempat itu.

Aku langsung memijit punggung dan kaki Montes, berharap setidaknya badan pegalnya kembali pulih, sambil menggosok-gosok tubuhnya agar panas akibat gesekan mampu meredam dingin yang ia rasakan.

Sambil aku menggosok tubuhnya, Bryan pergi turun untuk mencari kompor agar bisa memanaskan air. Ia mencari ke satu tenda, namun sang pemilik mengatakan mereka tidak memiliki kompor.

Baca Juga: Lesehan Pancur, Curup, Bengkulu: Jamuan Siang Kala Menjelajah Bengkulu

Pendaki lain bersedia membuatkan api unggun untuk Montes, padahal di Gunung Slamet, salah satu deretan peraturan yang harus dipenuhi para pendaki adalah Tidak Boleh Membuat Api Unggun, mungkin untuk menghindari kebakaran hutan, apalagi ketika itu musim kemarau, jadi api akan dengan mudah merembet.

Bersama seorang pendaki lain yang simpati kepada kami, kami menuntun Montes kembali turun menuju api unggun yang sudah menyala. Di sana ia bisa menghangatkan diri, sambil memanaskan air agar bisa menghangatkannya.

Di dekat nyala api unggun terdapat sebuah tenda yang berdiri milik seorang ayah, mungkin bersama adik sang ayah, dan seorang anak seusia SMP yang ketika itu masi tidur.

Kami meminta agar Montes bisa beristirahat di tenda itu. Mereka sebelumnya ragu untuk memberinya, namun ketika Montes dengan wajah memelasnya meminta langsung sambil memohon, mereka langsung memberi.

Anak yang sebelumnya sedang khusyuk menikmati tidurnya, dipaksa bangun oleh Montes agar dirinya bisa beristirahat dengan leluasa. Ya, Montes mengusir anak itu keluar dari tenda.

Montes bahkan memintaku untuk masuk ke dalam tenda agar bisa menemaninya beristirahat di dalam, paling tidak ada teman yang menemaninya ngobrol sambil menenangkan kepanikannya. Ya sudah aku masuk ke tenda.


Pendakian ke Gunung Slamet: Impian Untuk Berdiri di Puncak Gunung Slamet

Beberapa jam kemudian menjelang sunrise, pemilik tenda tersebut meminta kami untuk tetap berada di tenda itu, menyuruh kami untuk menjaga tenda sementara mereka melanjutkan pendakian ke Puncak Gunung Slamet yang tinggal sebentar lagi.

Kami setuju. Kami bertiga masuk ke tenda menemani Montes. Di sini timbul keraguan, apakah melanjutkan perjalanan ke Puncak atau menemani Montes saja sambil menunggu pemilik tenda kembali.

Montes secara terang-terangan sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian, dan kami pun sempat pasrah. Namun Bryan meminta kami untuk melanjutkan pendakian ke Puncak, dengan syarat harus cepat kembali ke tenda itu.

Montes ikhlas ditinggal sendirian ketika itu, dan di sekitar tenda banyak juga yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian ke puncak, jadi Montes ketika itu tidak sendirian.

Entah dalam hal misi pendakian ke puncak atau pun suasana, intinya Montes ketika itu tidak benar-benar kami tinggal sendirian. Jadi kami pun memutuskan untuk melanjutkan pendakian ke Puncak.

Menuju Puncak Gunung Slamet 1

Menuju Puncak Gunung Slamet
Menuju Puncak Gunung Slamet

Menuju Puncak Gunung Slamet 3

Sunrise Gunung Slamet
Sunrise Gunung Slamet

Sunrise Gunung Slamet 2

Sunrise Gunung Slamet 1

Puncak Gunung Slamet 1

Puncak Gunung Slamet 2

Puncak Gunung Slamet 3
Walter Pinem, Puncak Gunung Slamet 3.428mdpl

Puncak Gunung Slamet 4

Puncak Gunung Slamet 7

kawah gunung slamet

puncak gunung slamet 3428 mdpl
Puncak Gunung Slamet 3.428 MDPL

Beberapa menit melanjutkan pendakian kami tiba di Pos 9, dan dari Pos 9 pemandangan Puncak Gunung Slamet sudah terlihat sangat jelas.

Orang-orang yang sudah berada di Puncak juga terlihat, ramai sekali, dan kemiringan serta jalur pendakian dari Pos 9 menuju Puncak Gunung Slamet sangat menegangkan.

Kita harus melewati berbagai bebatuan, dan sudah jelas jalur inilah yang paling rumit di antara semua jalur. Sekitar 1 jam lebih mendaki kami sudah tiba di Puncak, sempat menikmati sunrise yang kami dambakan.

Menikmati suasananya sebentar dan juga berfoto mengabadikan momen, kami memutuskan untuk mengakhiri pendakian dan kembali ke tenda tadi untuk menjemput Montes.

perjalanan turun gunung slamet

perjalanan turun gunung slamet 2

perjalanan turun gunung slamet 3
Bawa Turun Sampahmu!

Tiba di Pos 5 di tempat kami mendirikan tenda, kami memotong jatah istirahat dan langsung memasak. Sambil menunggu masakan selesai kami cepat-cepat membenahi perlengkapan, mulai dari tenda dan peralatan lain.

Selesai makan kami hanya tinggal mengumpulkan sampah untuk dibawa turun. Di sepanjang perjalanan pulang kami berpapasan dengan pendaki yang baru mau mendaki.

Rintangan masih sama rumitnya seperti ketika mendaki, namun kali ini perasaan jauh lebih lega karena impian untuk sampai ke Puncak Gunung Slamet telah terwujud, sayang sekali bagi Montes.


Baca Juga:

Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun


ARTIKEL LAINNYA:

  1. Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun
  2. Menanjaki Gunung Ciremai, Jawa Barat
  3. Pendakian Gunung Sindoro 3.153 Mdpl via Jalur Kledung, Jawa Tengah
  4. Pendakian ke Gunung Cikuray, Jawa Barat
  5. Pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah
  6. Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur
  7. Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah
  8. Pantai Ladeha di Nias Selatan, Sumatera Utara
  9. Wisata Singkat ke Stone Garden, Padalarang, Bandung
  10. A Short Visit to Bira Island, Thousand Islands
  11. A Day Trip Without Digital Tech
  12. Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Berastagi, Tanah Karo
  13. [Infographic] 10 Top Travel Hacks
  14. Kunjungan ke Floating Market Lembang
  15. Gereja Katedral Jakarta: Gereja Katolik Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga
  16. Wisata ke Tebing Keraton Bandung
  17. Famtrip Genting Highlands Kuala Lumpur, Malaysia 2017
  18. Theme Park Hotel Resort World Genting Highlands, Kuala Lumpur
  19. Menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah
  20. Catatan Perjalananku Menjelajahi Nusa Penida, Bali
  21. Ambrogio Patisserie, Tempat Nongkrong Asik di Bandung
  22. Barleu Coffee Bandung, Minimalis di Remangnya Bandung Malam
  23. Gunung Batu Lembang, Jawa Barat
  24. Bira Island, Pulau Seribu
  25. Floating Market, Bandung
  26. Rafflesia Arnoldii, Festival Bumi Rafflesia, Bengkulu
  27. Lesehan Pancur, Curup, Bengkulu: Jamuan Siang Kala Menjelajah Bengkulu
  28. Gunung Papandayan: Sebuah Pendakian yang Cocok Menjadi Weekend Getaway
  29. Menjelajahi Mangrove Forest Nusa Lembongan, Bali
  30. Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu
  31. Fort Marlborough: Saksi Sejarah Kekuasaan Inggris di Bumi Rafflesia Bengkulu
  32. Menanjaki Gunung Ciremai 3.078 Mdpl, Garut, Jawa Barat
  33. Wisata Singkat ke Taman Batu (Stone Garden), Padalarang – Bandung
  34. Bunga Bangkai: Konservasi Amorphophallus Titanum di Bengkulu
  35. Hamparan Bunga, Pesawat, dan Indahnya Alam di Danau Mas Harun Bastari, Bengkulu

Similar Posts

15 Comments

  1. slamet rame banget ya mas?

    1. musiman mas, kemaren waktu pergi sih rame banget udah kaya pasar. bahkan di Pos Samarhantu yang katanya angker waktu itu banyak yang nge-camp.

  2. Ongkos dari bandung sampe camp tuh brpa gan ??

    1. kurang lebih antara 100k – 150k sampe basecamp per orang.
      Kalo ramean apalagi gabung sama rombongan lain bisa lebih murah, soalnya masih ada angkutan lagi dari jalan besar menuju basecamp.

  3. agus indra says:

    Naik angkutan apa aja bang kalo dari bandung ???

  4. @SobatBercahaya says:

    Baru mau naik gunung Slamet dan browsing nemu tulisan ini. Makasih infonya sangat membantu.

  5. Aha, jadi nostalgia deh, Kalau ini dilakukan pas musim kemarau, saya dulu pas musim hujan. Hahaha. Sejatinya Slamet tak perlu waktu lama sampai berhari-hari kalau mau sampai puncak. Tapi ya itu, kudu tahan banting hahaha.

    1. Bener banget mas Rifqy, harus tahan banting sampe puncak dan sampe pulang ke rumah.
      Yang terpenting Gunung Slamet ini sangat layak untuk didaki dan dinikmati 😀

  6. Cauchy Tsaqib says:

    Pasti seru banget. Mendaki gunung tertinggi di Jateng.

    1. Seru banget, tapi emang treknya susah sih haha Masih pengen ke sana kalo ada kesempatan 😀

  7. seru mas kubaca.. tapi aku mau ngasih saran krn slamet jalurnya panjang bisa disertakan jam sampe per pos nya kalau msh ingat terimakasih.

    1. Terima kasih masukannya.
      Nanti bakal diupdate biar lebih lengkap lagi 😀

  8. Baca ceritanya yang seru. Jadi pengen daki gunung juga, tapi belum ada modal hadeuh

Comments are closed.