Binatang itu tak tahu ini hari baru.

Meski berduka ia selalu mencari tahu.

Menyimpan asa yang menurutnya tabu, namun kekar menghadap hidupnya yang derita.

Di malamnya ia bersedu, memimpikan hal-hal yang membawa kelabu.

Orang di sekitarnya selalu memberitahu bahwa ia memimpikan hal lucu.

“Sudahlah”, kata mereka.

Tak juga bergetar.

“Kau tak pantas.”

Ia masih bertahan dengan mimpi kosongnya.

Tabu, – ia sadar. Dasar!

Ia memikirkan langkahnya, tapi tak terpikir untuk memulainya.

Masih berdiam, berharap takdir yang membungkam.

Di sisi kecilnya, binatang itu memoles deritanya.

Berharap derita perlahan mati dalam genggaman.

Berharap keberanian muncul seperti hantaman.

Namun apa daya, dasar binatang!

Bercermin saja ia tak layak.

Dilirik saja bagai surga berada di telapak.

Setidaknya itulah yang ia rasa.

Meski yang ia puja belum masuk dalam memorinya.

Meski ‘dia’ masih dalam bayang-bayangnya.

Binatang itu pernah tertawa, menyimpan harapan fana, hanya dengan kata-kata yang datang dari ‘dia’.

‘Dia’ itu adalah merpati putih dari dunianya, yang sempit oleh jiwa yang menghimpit.

Binatang itu bersandar setiap malamnya, membayang merpatinya yang belum ia tahu entah siapa, bagaimana wujudnya, dan bagaimana pesona aslinya. Binatang itu hanya berbayang bahwa merpati merupakan makhluk cantik, penuh pesona, dan mampu menyebarkan cinta melalui kepakan sayap indahnya.

Ia tak kenal siapa merpati itu.

Bukankah itu lucu?

Tapi ia sanggup memberikan jiwanya untuk sang merpati.

Merelakan jiwanya kemana pun kepakan sayapnya mengarah nanti.

Orang di sekitarnya kemudiah mengerti.

Binatang itu mendapat dukungan sepenuh hati,

Dari orang-orang yang mencelanya tadi.

Namun, sang binatang masih menunggu takdir menghampiri.

Untuk menghantar keberanian yang belum dimilikinya kini.

Dasar binatang!

Kau tunggu saja takdir itu hingga kau mati.

Mungkin nanti tak ada lagi yang peduli.

Hingga kau ditinggal sendiri, dibiarkan menatap sang merpati dengan pujaan hati.

Atau, kau masih menunggu merpati itu datang menghampiri?

Melanggar kodrat yang dari awal seharusnya kau mengerti.

Binatang itu mengerti dengan segala celaan.

Belum mau memanfaatkan dukungan yang ia dapat dari rekan-rekan.

Masih menanti kabar dari keberuntungan, ah ia masih tahan.

Mungkin ia harus merasakan hantaman, melihat merpati pujaannya sudah mendapat masa depan.

Dasar binatang!

Berpikir saja kau tak wajar.

Akulah binatang itu.

Similar Posts