Rama, temanku, setuju cerita manis dan nyeseknya ini diceritakan di blog ini.  Ya pastilah aku semangat menuliskannya, lumayan buat ngisi blog s#@pah ini. Supaya enak dibaca, biarlah aku menggunakan sudut pandang orang pertama biar seakan-akan aku sendirilah yang mengalaminya. Anggaplah aku Rama, dan doi namanya Keyza. Nama samaran, bung, nama sebenarnya yang disamarkan. Mari dicicip.

***

Namaku Rama, dan sepanjang hidupku aku selalu mencari siapa yang cocok menjadi Sinta, agar tergenapilah kisah Rama & Sinta yang sering diceritakan di zaman SD dulu. Inilah cerita masa laluku, yang hingga kini tak terlupakan, atau setidaknya belum terlupakan, atau mungkin tak akan pernah terlupakan, atau mungkin bisa dilupakan, atau kalo pun aku amnesia masih tak terlupakan, atau …. (*Ngga usah kebanyakan ‘atau’, Nyet!*) – Iye ah bawel!

Semua ini terjadi saat pantatku menduduki bangku di kelas 3 SMP di SMPN Cikarang. Aku yakin saat itu aku masih polos, masih lucu-lucunya, masih bodoh, masih baik, masih alim, masih belum mengenal dosa dan dusta, masih …. – oke oke lanjut. Intinya aku masihlah diriku yang lucu itu.

Aku tidak tau apa itu cinta, bagaimana rasanya, bagaimana datangnya, bagaimana efek positif dan negatifnya, dan sebagainya. Yang aku kenal hanyalah rasa suka. Ketika itu aku menyukai seorang cewek, bukan Sinta, bukan Keyza juga, tapi Indah. Seperti namanya, dia begitu indah dengan kerudung pink-nya. Ngga tau kenapa aku senang banget setiap kali melihat Indah di pelajaran olahraga, dengan keringat yang mengucur dari seluruh tubuhnya, terlihat semakin indah si Indah itu.

Kebetulan dia itu adik kelasku. Setiap kali kelasnya memasuki pelajaran olahraga, aku diam-diam mengintipnya dari jendela kelasku. Ya, aku duduk paling pojok di dekat jendela kelas. Posisi itu sangat sempurna untuk aksi intip-mengintip ini. Aku memperhatikannya memainkan bola basket, dengan cupunya melakukan shoot dan bolanya memantul mengenai kepalanya. Kasian. Aku senyum-senyum sendiri melihatnya, soalnya dia cupu namun lugu dan lucu, serta nyaris bikin ilfeel.

Tapi perasaan sukaku cukup kuatlah untuknya. Soalnya meskipun ia berkali-kali show off dengan kecupuannya, aku masih aja memperhatikannya. Hingga guruku waktu itu menyadari aksi ngintipku dan berseru:

“Rama! Kamu ngapain itu ngeliatin ke luar?!! Kamu pengen keluar? Ya udah kamu keluar aja!” begitulah seruan guruku ketika itu.

Mampus aku, pikirku. Iyalah, udah pasti aku disetrap di luar, diliatin banyak orang, apalagi diliatin doi. Mau ditaro di mana muka lucu ini? Dengan malasnya aku berjalan ke luar kelas, dan bu guru itu memerintahku untuk berdiri diam di depan pintu, bagai penjaga pintu ruangan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, hingga mata pelajarannya usai.

Sial! Aku pun berdiri diam di depan pintu kelas seperti yang diperintahkan beliau. Aku menundukkan kepala agar muka lucu ini tak dikenali, atau tak diliat oleh seorang Indah. Bisa gagal aku PDKT sama dia, pikirku. Aku pun sebisa mungkin tak menengadahkan kepalaku.

Tapi kemudian, aku melihat bola bergulir dan mengenai kakiku. Bola basket. Sekejap kemudian langkah kaki terdengar mendekat, udah pasti mengejar bola itu. Seperti ketakutanku, benar, langkah kaki itu datang dari Indah yang mengejar bola itu. Mampus!

Ia sempat terdiam sebelum jongkok dan mengambil bola itu dari kakiku. Ia menengadahkan kepalanya yang tadi dihantam bola bakset tembakannya itu dan melihat mukaku yang memang tertunduk sedari tadi. Dengan (masih) lucunya ia bertanya:

“Kak, di kelas IX-4 sekarang ada satpamnya ya?”

“Hah? Satpam?” tanyaku dengan lucu membalas kelucuannya.

“Iya, satpam. Kakak udah kaya satpam aja berdiri di depan pintu.” katanya dengan polos. Aku ngga ngerti maksudnya apa, pengen ngelucu atau sok asik atau sok akrab atau apa???

Sebenarnya pengen sih aku ngejawab, “Gue disetrap, monyong!”, tapi engga ah, abisnya dia lucu sih hehehe

Akhirnya aku berkata terbata-bata, “Eng…eng…eng…hmmm, engga kok. Aku disuruh berdiri aja di depan pintu, disuruh merhatiin kamu.”

“Ah gombal. Bilang aja disetrap, iya kan?”

Iya, monyong! Ngapain ditanya!!?? Hampir saja umpatan itu keluar dari mulutku. Tapi aku hanya diam menanggapi perkataan doi.

Setelah mengatakan ‘hal monyong’ itu Indah pun melambaikan tangan untuk pamit dan kembali ke lapangan. Kampret, pikirku! Aku pun beberapa kali menepuk jidat, dan ketika menoleh, aku melihat seorang siswi berdiri melihatku di arah jam 9.

Kutatap cewek itu sebentar sebelum ia menghilang dari pandanganku menaiki tangga dengan raut wajah yang sepertinya sedang kesal. Cantik, manis, imut!!!!!!!!!  Aku sepertinya sudah pernah melihatnya, tapi kapan dan di mana?

Sepanjang aku disetrap, aku menghabiskan waktu yang tersisa untuk memikirkannya, membongkar memoriku tentangnya. Hingga pelajaran bu Melda, guru yang menyetrapku, berakhir, aku belum juga menemukan memori itu di otakku. Aku pun disuruh kembali ke dalam kelas.

Satu jam pelajaran lagi sebelum jam istirahat kedua tiba. Aku menikmati waktu itu untuk memikirkannya, hingga pada akhirnya jam istirahat yang kutunggu itu pun tiba. Dengan riang dan tergesa-gesa, aku mengajak Doni, teman sebangkuku pergi ke kantin, tentu saja untuk mencari si cewek itu. Sebelum tiba di kantin, aku bertemu dengan seseorang yang sepertinya sudah kutemui sebelumnya, dan . . . . . . . . To Be Continued

 

Lanjut ke Cerita Rama dan Keyza: Masa Lalu Tak Terlupakan – Part II

Similar Posts