PROLOG:

Menuju tahun pertama pertemanan Anak Balok, anak-anak yang sering nongkrong di (pinggiran) balok, masih ada kegilaan yang bisa diceritakan tentang Geri.

Untuk pertama kalinya aku, kami, (dan kita), melihat orang tiba-tiba amnesia setelah kecelakan motor. Jadi waktu itu, kami nongkrong di MW depan kampus.

Tiba-tiba ada orang jatuh berserakan dari motornya, pas di depan MW. Yang nunggingin tuh motor siapa lagi kalo bukan si Geri.

Nah, si gila ini tiba-tiba amnesia setelah kecelakaan meng-(gemaskan)-genaskan itu. Waktu ngeliat kalo ternyata dia yang kecelakaan ya pastilah kami langsung ngedatangin dia. Sambil ngedatangin sambil nanya-nanya:

“Lu kenapa? Lu kenapa? Sakit ngga?” Iya sih, kuakuin kalo pertanyaan kami itu goblok. Ya pasti sakitlah! Yang lebih goblok lagi, si Geri malah bilang, “Gue ngga tau men, gue ngga tau men. Sumpah gue lupa! Tiba-tiba aja gue nyium aspal.”

Yeee kali lu lupa peristiwa yang baru saja menimpamu, nak!, pikir kami kala itu. Yang lebih parah, motor itu motor pinjaman. Si pemilik sendiri sebenarnya ngga tau kalo yang minjem itu si Geri. Apa aja hasil dari kecelakaan itu?

Hasil dari kecelakaan motor Geri:

  1. Si Geri Amnesia
  2. Ciuman pertama Geri dan Aspal, ciiieeeeeeeee….
  3. Muka Geri penuh luka, bibirnya makin tebal, alhasil si Geri jadi tambah ganteng.
  4. Motor pinjaman hancur
  5. Mas-mas MW kaget dan langsung lari ke TKP sambil bawa bungkusan mie instan, mangkuk, lengkap sama kompornya. #yakalinyet-1
  6. Semua orang di sekitar TKP memusatkan perhatian pada satu arah, berjalan mendekat sambil bergandengan, lalu saling merangkul mengelilingi Geri. #yakalinyet-2

Dari tragedi memilukan itulah makanya si Geri jadi sedikit tobat dari kebandelannya, ya lumayanlah walaupun cuma bentar.

Komen Geri

Awal semester 2 perkuliahan, kami jadi sering nongkrong sama si Geri, nongkrong di balok. Awal perkenalan di semester 1 Geri udah doyan kali nge-publish kegilaannya.

Emang sih dia belum tau malu di semester 1, ato emang dari sononya udah gatau malu, entahlah aku pun ngga tau lagi bilangnya.

Waktu kelas mata kuliah politik semester 2, kebetulan ada aku, Geri, Gian, dan Seran duduk berderetan. Kami berempat udah dekat kalilah, istilahnya mandi pun udah barengan.

Perkuliahan itu merupakan perkuliahan kedua pasca UTS. Si dosen matkul itu pun udah selesai meriksa hasil UTS kami dan ngedarin selembar kertas yang berisi absensi NPM lengkap dengan nilainya.

Kebetulan kami berempat Anak Balok duduk berderetan di kursi paling belakang. Beberapa belas menit berselang setelah absensi dan nilai dibagikan, sampailah kertas itu ke tangan kami.

Mulai dari Gian, lihat nilainya, tepuk jidat, trus kasih ke sebelahnya yaitu aku. Sampailah kertas itu ke tanganku, lihat nilaiku, tepuk pantat, trus di-passing ke sebelahku, yaitu Seran.

Lalu sampailah kertas itu ke tangan Seran, lihat nilainya, tampar pipi kiri tampar pipi kanan, trus diumpan lambung ke sebelahnya, yaitu Geri.

Lalu sampailah kertas itu ke tangan Geri. Ngga kaya kami bertiga, ngga ada ‘hukuman fisik’ yang diberikan Geri untuk dirinya. Dia mengambil penghapus pensil dan dengan santai kaya di pantai mengubah nilainya dari 55 jadi 85. Ajaib! Bukan sulap bukan sihir, cuma aksi tak tau diri.

Alhasil, nilainya masuk ke jajaran nilai tertinggi di kelas itu. Waktu si Geri ngerubah nilainya, orang yang duduk di sebelahnya (ngga tau siapa) benar-benar memperhatikan, meresapi, mengagumi, dan meneladani perbuatannya.

Dia tampak termotivasi untuk ikut-ikutan si Geri. Waktu kertas nilai sampai ke tangan Geri, lihat nilainya, ubah nilainya, dan dikasih gitu aja ke sebelahnya, orang yang di sebelah Geri langsung dengan semangatnya menerima kertas itu dan berniat ikut-ikutan ngubah nilai.

Pas nilainya mau diubah, semua orang di sebelahnya yang udah nunggu lama dan ngga sabar pengen ngeliat nilainya juga ngeliatin ni orang. Ya ngga sempatlah dia ngubah nilainya, ngga berani, trus langsung dikasih gitu aja ke sebelahnya. Selamat untuk Geri!

Ternyata dosen itu juga ada kalanya teledor. Contohnya, Geri bisa ngubah nilai karena si dosen ngasih lembaran nilai asli dengan coretan pensil, bukan lembaran yang dituliskan dengan pulpen yang udah difotokopi.

Tapi kasihan si Geri. Meski nilai UTS-nya udah diubah, nilai akhir ternyata mengecewakannya. Nilai akhirnya C. Si Geri pun sempat mengubur diri dari rasa kesal, nyesal yang akhirnya membuat badannya pegal-pegal. Setidaknya keberaniannya mengubah nilai itu membuat hidupnya udah ngga linear lagi, lihat aja itu quote-nya.

 

Bersambung . . .

 

Similar Posts